SUNGAI Musi yang membelah Provinsi Sumatra Selatan sepanjang 750 km disebut sebagai sungai terpanjang di Pulau Andalas.
Dalam catatan sejarah yang dikumpulkan, sungai ini telah menjadikan Kerajaan Sriwijaya pada abad 7 hingga 12 masehi sebagai kerajaan maritim dengan kekuatan armadanya yang tangguh. Mereka menguasai jalur pelayaran dan perdagangan antara Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia, menebarkan pengaruhnya sampai ke Formosa dan Cina, hingga Madagaskar di Afrika. Pengaruh ini telah menjadikan Sriwijaya sebagai sentra pertemuan antarbangsa.
Hal ini telah pula menimbulkan transformasi budaya yang lambat laun berkembang dan membentuk identitas baru bagi daerah ini. Transformasi budaya ini semakin kental ketika masuknya pengaruh Islam, terutama di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam sejak awal abad 15.
Beragam faktor yang memengaruhi perjalanan sejarah perkembangan masyarakat di kawasan ini tak pelak telah pula menimbulkan kebudayaan asimilasi, baik dalam tradisi, seni, maupun aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakatnya, termasuk kehidupan Kota Palembang sebagai kota sungai, di mana urat nadinya adalah Sungai Musi.
Tak heran bila Wali Kota Palembang Ir.H.Eddy Santana Putra sangat serius dalam menata sekaligus memaksimalkan fungsi sungai yang bermuara hingga Selat Bangka itu, dalam konsep terpadu dengan memberdayakan fungsi sungai mulai sebagai sarana pendukung kegiatan perdagangan, sebagai sarana pendukung industri, dan tak kalah penting pemberdayaan Sungai Musi sebagai tujuan wisata.
Ketika menjamu koleganya, Wali Kota Bandung H.Dada Rosada yang disertai sebagian besar Muspida Kota Bandung, termasuk Ketua DPRD Kota Bandung H.Husni, dan beberapa anggota dewan. Pengurus, pemain, dan ofisial Tim Persib, serta Dirut PT Pikiran Rakyat Bandung yang juga Pemimpin Umum Pikiran Rakyat H. Syafik Umar, tuan rumah sengaja memperkenalkan nuansa wisata Sungai Musi di malam hari.
**
Terpesona Aku Melihat wajahnya
Tatkala Aku duduk di dekatnya
Sebiduk bersama kami menyebrang
Berperahu sepanjang Sungai Musi
Jika potret keindahan Sungai Musi pada tahun 1960-an digambarkan Alfian, lewat lagunya "Sebiduk di Sungai Musi". Maka pesona wisata Sungai Musi di malam hari, kini dapat terekam lebih memesona dari atas kapal pesiar, K.M. Putri Kembang Dadar yang mampu mengangkut maksimal 150 penumpang.
Kapal yang beroperasi sejak Juni tahun lalu, saat berlangsungnya City Expo itu merupakan jenis catamaran (memiliki dua lambung/lunas kembar) yang didesain sebagai kapal pesiar dan dibangun selama 6 bulan oleh galangan kapal PT Carita Boat Indonesia, di Bojonegara, Banten.
Dengan kecepatan antara 6 hingga 8 knot kapal bermesin ganda 2x400 PK dan memiliki 13 orang awak ini sangat stabil dan nyaman melawan arus sungai yang cukup deras.
Sejak lepas dari dermaga Benteng Kuto Besak yang berada di kawasan Jembatan Ampera, kapal yang terdiri dua lantai itu, melaju ke hulu. Dari dek atas, terlihat jelas Jembatan Ampera yang bermandikan cahaya, mulai dari menara kembarnya setinggi 63 meter hingga kedua sisi pagar jembatan yang membentang dari seberang hilir hingga ke seberang hulu. Sedangkan di dek bawah yang dilengkapi layar lebar, penumpang dapat menikmati hidangan sambil berkaraoke.
Diselimuti cahaya lampu berwarna-warni dan kontras dengan warna yang melekat di tubuh jembatan membuat ikon kota itu bak "gadis yang sudah bersolek". Dalam sambutan pembukanya, Wali Kota Eddy Santana menyebut akan mengembalikan citra Kota Palembang sebagai sungai. Menurutnya, sosok wisata kota sungai seperti di Thailand, Vennesia, adalah kota-kota sungai yang mengundang banyak wisatawan.
Pemberdayaan citra sungai sebagai daya tarik wisata, dimulai dengan memberlakukan tata ruang dan penataan bangunan yang menghadap ke sungai. "Sungai bukan sebagai bagian dari belakang rumah dan tempat segala kotoran dibuang ke sungai. Untuk itu kesadaran dan peran serta masyarakat adalah hal penting," ungkap Eddy Santana.
Bukti kesungguhan itu, terlihat dari penataan bangunan Pasar 16 Ilir yang rapi dengan konsep mal terpadu. Dilengkapi dermaga, bangunan mal Pasar 16 Ilir yang menghadap Sungai Musi, konon disiapkan menyambut program "Visit Musi 2008".
Melayari Sungai Musi di malam hari, walau remang-remang, pantulan cahaya permukiman penduduk berupa rumah rakit cukup terlihat. Sementara itu, benderang cahaya kawasan PT Pusri dan PT Pertamina, serta Pelabuhan Boom Baru yang dilintasi cukup memesona. Dari beberapa daftar tempat penting di pinggiran sungai tercatat daerah Bagus Kuning, Masjid Lawang Kidul, Masjid Ki Merogan, Benteng Kuto Besak termasuk restoran "Warung Legenda" yang terapung di pinggiran seberang Ulu.
Seperti dikatakan pengelola "Warung Leganda", H.Hendarmin Hajri, restoran Warung Legenda tak hanya menghidangkan panganan khas Palembang. Namun mereka juga siap dengan sajian western food dan Mandarin sesuai pesanan. "Kami menjual Warung Legenda sebagai tempat yang unik dan khas di tengah kebisingan kota," ungkap Hendarmin.
Sungai Musi yang membelah Kota Palembang itu adalah kekayaan tak ternilai warga Palembang. Tak hanya peran masyarakat yang terus-menerus digugah, sungai yang juga jadi sumber bahan baku air minum itu sangat rentan pencemaran.
Jika penggundulan hutan di hulu sungai terus berlangsung; jika aktivitas industri, pertambangan, dan perkebunan yang berpotensi besar mencemari dengan berbagai limbahnya tak dapat dibendung, bencana demi bencana akan menimpa segala sendi kehidupan masyarakat kawasan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar